Wednesday, August 24, 2011

Lombok, Kami Senang dan Saatnya Untuk Pulang! :’)

*episode terakhir dari trilogi cerita Lombok



Matahari pagi menyambut dengan lembut melewati kisi - kisi jendela kamar. Terdengar suara burung bersahut sahutan menyambut sang surya di tanah Lombok. Melihat jam dan memutuskan kembali untuk menghabiskan niatan tidur yang keteteran. Setelah kemarin malam menyantap nasi puyung dengan laknat, kami kembali ke home stay dan mendapatkan empat kamar untuk kami berdelapan. “Satu kamar untuk dua orang, “ kata pemilik penginapan. Jadilah kami semua menghabiskan malam di satu atap yang sama (atap penginapan).  Yang membuat berbeda pagi itu adalah seruan para pedagang baju, nasi dan oleh oleh membangunkan kami dengan sambutan tenangnya. “BAJUUU! BAJUUU, BELI MAS!!!, NASI KUNIIING, BIAR GA LAPER BUUU, OLEH OLEHNYA INGET PAAAK!!! GDUBRAK, KLONTANG,, TENG..TENG..TENG….”  haaaah, sungguh pagi yang tenang…. 

“CKLEK, KRIEEET!”, Terdengar suara pintu dibuka secara terburu – buru. Sepertinya salah seorang tamu sudah kebelet untuk membeli nasi kuning dan baju yang ditawarkan. Fufufufu… kasiaaan. “JDER!”,  Ah, mungkin dia sudah mendapatkan yang dia cari. Lalu aku melanjutkan ritual tidur pagi yang berharga. Ritual yang sangat, sangat, sangaaat malaaaas. Hoahem…

Tiga puluh menit berlalu dengan sia – sia. Agar tidak dibilang pemuda malas tanpa harapan, akhirnya aku pun bangun setelah mengikuti sanjay yang terbangun terlebih dahulu. Pagi itu terasa sangat menyenangkan. Cuacanya pun cerah. Pemilik penginapan segera memberikan kami semua sarapan setelah melihat kami berdelapan bangun. Seusai sarapan, kami berembuk untuk mengatur jadwal hari itu. Menurut schedule, D’kantin dan Emoni perform pada saat lewat tengah hari. Persiapan pun dilakukan. Memasukkan alat – alat dan dititipkan di tempat acara. Kecuali sang soundman, Komar, yang standby di tempat acara, kami semua memiliki misi suci untuk dilakukan sembari menunggu waktu tampil. “Ayo Jalan – jalan kawan, cihuy!”

Lokasi yang kami satroni adalah daerah pasar Cakranegara. Menurut pantauan pemilik penginapan, tempat itu cocok dengan para pendatang dan kami diyakini akan mendapatkan oleh – oleh yang lengkap disana. Mobil yang kami jajah pun meluncur kesana daaan…. Oke, tempat itu lebih mirip dengan kawasan Gajahmada kalau di Bali. Dengan nafsu yang berkibar menggelora, jalanan panas pasar Cakranegara kita lewati dengan berjalan kaki. Banyak sekali mobil dan motor disana. Tidak kurang juga Cidomo (Cikar Dokar Mobil) yang merupakan kendaraan angkut orang yang khas di Lombok. Bentuknya seperti dokar tapi dengan modifikasi pada atapnya. Sekitar tiga jam kami berpetualang. Haripun sudah mendekati jam 12 siang waktu setempat. Setelah beberapa jajanan dan oleh oleh di tangan, kami melanjutkan untuk mengisi perut dengan makanan Lombok. Berhubung yang kami ketahui hanya nasi puyung, jadilah sisa perjalanan itu untuk mencari warung atau tempat makan yang menyediakan menu nasi puyung. Kami menuju tempat cidomo, eh, mobil yang terparkir, meluncur menuju ke tempat makan. Bermodal insting kelaparan dan tidak lupa hitungan kancing untuk menentukan belokan jalan yang kami temui. “1,2,3,4,5,6? Kiri brow!”, mobilpun belok ke kanan.

Nasi puyung ternyata berbeda – beda porsinya pada setiap tempat. Jika yang kami temui kemarin malam adalah sebongkah bungkusan dan diyakini bisa menyelamatkan seorang kelaparan yang tidak makan bermingu – minggu, maka yang kami temui sekarang adalah porsi standar bahkan terhitung sedikit bagi perut porsi raksasa kami. Ada yang memesan porsi biasa dan ada juga yang memesan porsi super. Yang mengejutkan, ternyata tiada perbedaan berarti dikeduanya. Kecuali perbedaan yang cukup signifikan bagi harganya. Disanapun kami mengetahui informasi bahwa puyung itu bukan berarti kosong (bahasa Bali, puyung = kosong *diulang 3x) namun puyung adalah nama sebuah desa di Lombok. Dari sanalah awal mula makanan ini muncul. Agar lebih gampang diingat, nama puyung yang notabene merupakan nama desa diabadikan dibelakang nama makanan itu. Terciptalah nasi puyung. Yang kalau pintar mencarinya, kita bisa mendapatkan satu bungkus penuh seharga 7.500 rupiah. Untuk lauknya sendiri ada daging ayam dengan kuah rawon, irisan kentang yang diiris menjadi kripik tipis dan nasi dengan kacang kedelai. Ciri yang tidak lepas dari makanan ini adalah kandungan minyak yang muncul dari campuran lauknya. Membuat nagih terus dan jika tidak berhati – hati , isi dompet kita juga akan ditagih terus untuk membayar makanan ini.

Siang hari itu mobil kami memasuki areal parkir Taman Budaya NTB. Semestinya kami sudah sampai lebih awal. Tapi, biasalah, sedikit tersesat bagi orang baru. Tidak menjadi masalah berarti bagi kami. Yang penting kami bersama dan tidak lupa menghitung kancing baju ketika menemui belokan. Di Taman Budaya telah berjalan acara yang digelar. Acara conference menjadi tema hari itu. Dengan setingan sofa diatas panggung tidak lupa dengan pembawa acara dan undangan yang duduk layaknya Kick Andy, conference ini mengundang praktisi seni dan anak muda dari Lombok. Melihat jadwal, masih ada waktu bagi D’Kantin dan Emoni untuk menutup acara. Jadilah kami mengikuti jalannya acara sampai selesai.

“Disini, kami mengundang anak muda berbakat dari Bali,” Ungkap sang pembawa acara. Berbakat? Uwaow, kami merasa tersanjung. “Inilah dia kolaborasi antara D’Kantin dan Emoni,” lanjutnya. Acara telah sampai pada puncaknya dan kami semua sudah siap untuk perform. Disini kami membawakan empat buah lagu. Satu lagu, Gosip, sebagai pembuka penampilan. Sound yang menggebrak cukup untuk membuat melek penonton yang terkantuk – terkantuk sedari awal. Selanjutnya, “Kami, D’Kantin, akan mencoba berkolaborasi dengan Emoni, tul ‘ga san?”, Ucap Jaya’x dengan selera humor tinggi. “Yup, mari tepuk tangan untuk Emoni, Etnik Harmoni,” sambung sanjay setelahnya. Setelah Gung De, Gung Edy dan Eka bergabung bersama kami, kami memulai lagu D’Kantin yang dikolaborasikan bersama Emoni. Lagu itu adalah Alone. Nuansa yang berbeda tercipta dari kolaborasi kali ini. Lebih mengalun dan asik untuk dinikmati. Selanjutnya untuk playlist ketiga adalah lagu Bersamamu. Disini, Abe, sang drummer macho berganti posisi menjadi cajoner. Cajon yang terletak tidak berdaya langsung dia jajah dan bersiap untuk dimainkan. Masih bersama Emoni, lagu Bersamamu akan turut dikolaborasikan dan diperdengarkan kepada audience di Taman Budaya. Nuansa groovy dan akustik session sangat kental terasa dilagu ini. Diperkuat juga dengan rindik, suling dan kendang yang dimainkan apik oleh teman – teman Emoni. Sebagai pamungkasnya, tentu saja lagu Na…na…na… menjadi penutup hari itu. Lagu yang mempertemukan D’Kantin dengan talent anak muda berbakat yang menjadikan musik tradisional Bali sebagai ciri khasnya, Emoni. Acarapun berakhir dengan riuh tepuk tangan penonton Taman Budaya. Entah mereka senang dengan musik yang kami mainkan atau senang karena kami telah selesai manggung, hehehe.



Sore itu juga kami memutuskan untuk pulang ke Bali. Setelah merapikan alat – alat untuk dimasukkan ke mobil dan merapikan diri sendiri, kami mengucapkan selamat tinggal pada panitia. Untuk kali ini kami hanya bertujuh karena Komar diminta bantuannya untuk membantu panitia menyelenggarakan acara lainnya yang ada di Lombok saat itu. Sebelum pulang, ada rencana tiba – tiba untuk mengunjungi tempat persembahyangan yang ada di Lombok. Yah, anggap saja aji mumpung. Bahagia duniawi dan rohani juga dapat. Untuk tujuan ini kami memutuskan pergi ke Pura Suranadi dan Pura Narmada yang berdekatan. Perjalanan kesana sungguh mendebarkan. Bukan karena jalannya rusak atau bagaimana, namun lebih kepada kita orang baru yang mencoba jalan baru pada malam hari di lokasi dan tempat yang tidak kita ketahui. Tapi memang kami pemuda beruntung, akhirnya sampai juga kami dilokasi. Setelah bertanya pada penduduk, pedagang vcd bajakan, pedagang jagung rebus dan pemilik warung. Suasana tenang setelah menyelesaikan tugas di Lombok membuat kami lebih khusyuk berdoa. Berharap semoga kami menjadi lebih baik lagi dan selamat melakukan perjalanan pulang ke Bali.

Setelahnya kami memilih untuk belanja oleh – oleh tambahan di suatu tempat perbelanjaan. Masalah dimulai ketika kami akan membeli makan malam diluar tempat perbelanjaan. Berhubung tempatnya sangat dekat kami memutuskan untuk tetap memarkir mobil dalam parkiran pusat perbelanjaan. Untuk memastikan lebih lanjut, kami meminta ijin pada satpam dan bapak satpam pun mengiyakan. Kami pun menghabiskan malam terakhir di Lombok dengan menyatroni sebuah lalapan ayam taliwang pinggir jalan. Ketika kembali, ternyata pintu gerbang raksasa menuju terparkirnya kendaraan tempur kami yang akan menemani ke Bali TERKUNCI! Ketika kami bernegosiasi dengan penjaga malam yang diduga telah menggantikan posisi satpam tadi, terciptalah suatu keputusan mufakat yang sangat kekeluargaan. Walaupun pada awalnya sang penjaga malam marah karena kami memarkir mobil didalam tetapi kami mencari makan diluar. Tapi pada akhirnya kami menang karena kami memarkir mobil disana, lalu berburu oleh – oleh disana baru makan diluar. Juga dengan membawa ijin satpam yang tidak diketahui namanya itu tentunya. Kami disuruh masuk lewat pintu selatan agar pak penjaga malam tidak perlu membuka gerbang. Dalam perjalanan itu, kami juga sempat digoda – goda oleh anak kecil yang sedang menikmati lalapan dipinggir jalan. “Aeiiit, ada Sm*sh looo… Smaaaashhh,” astaga, apakah anak kecil itu menghitung jumlah kami dan mengira kami adalah artis ibukota itu? Kami saling menatap linglung sambil bertanya, “Smash darimananya coba??? Hmf….”

Perjalanan dari lokasi terakhir menuju ke pelabuhan hanya memakan waktu sekitar 30 menit. Saat itu jam menunjukkan pukul 11 malam waktu setempat. Setelah membeli tiket perjalanan, mobil kami pun memasuki lambung kapal yang menuju ke Bali. Terkejut karena kami adalah penumpang terakhir yang dinaikkan dan begitu kendaraan kami masuk, palka kapal pun tertutup. Situasi dikapal ini cukup berbeda dibandingkan dengan kapal laut yang kita pakai menuju Lombok. Disini kita dapat menyewa kamar untuk beristirahat. Atas persetujuan bersama, disewalah satu kamar untuk kami bertujuh. Ya, benar. Tujuh orang dalam ukuran kamar sekitar 2x3 m. Bisa dibayangkan posisi tidur dengan sistem ergonomis yang tidak terlalu nyaman. Tapi karena memang sudah mengantuk, goyangan kapal ketika melaju terasa seperti sihir bagi kami semua untuk segera terlelap. Selamat tinggal Lombok, terima kasih atas pengalaman yang diberikan. Kami senang :)”Groooook…. ZZZzzzz…”

selamat tidur, selamat beristirahat, sampai jumpa

3 comments:

  1. SM*SH?
    mungkin kalo kalian bawa aku kalian bakal disyut infotaiment.

    ReplyDelete
  2. Huahahaha.... Boleh banget sha. Kita buat orang2 infotainment itu turun jabatannya karena mengesyut SM*SH KW sekian :D

    ReplyDelete
  3. Ohhh jadi kalian sejenis boyband yg lagi marak di pasaran itu ya?
    boleh minta cium dikit gak :*

    ReplyDelete